Istimewanya Makna Paes Riasan Pengantin Wanita adat Jawa – Berbicara tentang pernikahan adat Jawa, paes menjadi salah satu elemen yang paling krusial. Paes sendiri merupakan riasan untuk pengantin perempuan di area dahi. Yogyakarta dan Solo menjadi dua daerah yang dikenal dengan paesnya. Dalam Pernikahan adat Jawa sendiri paes biasanya menggunakan pidih berwarna hitam, kecuali paes basahan Solo yang berwarna hijau.
Gajahan/panunggul
Bentuk ini adalah lekukan paling lebar di bagian tengah yang menyerupai huruf U atau panunggul (paes ageng) mengambil bentuk gunung dan melambangkan Trimurti (tiga kekuatan dewa tunggal). Bentuk ini mewakilkan sebuah harapan jika kehormatan dan derajat seorang perempuan akan ditinggikan ketika dia menikah. Pada pernikahan adat Jawa paes basahan dan paes putri Solo bentuk lekukannya lebih besar, sedangkan pada paes ageng lebih ramping, dan pada paes putri Yogyakarta bahkan ujungnya lebih runcing.
Citak
Memiliki bentuk seperti berlian yang digambar di dahi dan di antara alis. Citak merefleksikan mata Dewa Siwa sebagai pusat ide dan pikiran serta mewakilkan harapan pengantin perempuan yang cerdas, cemerlang, dan berakhlak baik. Citak diaplikasikan pada semua jenis Paes dalam pernikahan adat Jawa, kecuali paes putri Solo.
Pengapit
Di samping kanan dan kiri gajahan terdapat dua buah bentuk lekukan runcing yang dinamakan pengapit. Bentuk ini diibaratkan sebagai pengendali gajahan. Artinya, walaupun nanti dalam berumah tangga akan ada banyak rintangan, pengantin diharapkan selalu berjalan lurus sesuai tujuannya yang mulia.
Penitis
Penitis menjadi bagian Paes dalam adat Jawa yang berada di sebelah pengapit. Lekukan yang tidak runcing dan tidak sebesar gajahan ini melambangkan bahwa segala sesuai harus memiliki tujuan dan dijalankan secara efektif, termasuk urusan mengelola keuangan keluarga.
Godheg
Di dekat telinga, pengantin akan dibubuhi lekukan kecil yang disebut godgeh. Godgeh melambangkan kebijaksanaan serta pengingat bagi calon pengantin untuk selalu intropeksi diri sekaligus sebuah doa agar pengantin diberi keturunan. Pada paes ageng setiap lekukan diisi dengan bentuk capung berwarna emas yang melambangkan harapan agar pengantin selalu ulet dalam menjalani hidup. Kemudian, garis emas yang membingkai warna hitam lekukan juga menjadi ciri khas dari paes ageng.
Beberapa detail riasan pengantin Jawa yang tidak kalah pentingnya dengan makna paes
Alis menjangan
Alis menjangan menjadi salah satu bagian dalam riasan paes di pernikahan adat jawa yang tak bisa dipisahkan, khususnya untuk paes basahan dan paes ageng. Alis pengantin akan dirias menyerupai bentuk tanduk hewan rusa yang melambangkan harapan agar kedua pengantin berlaku cerdik, cerdas, dan anggun, seperti karakter rusa dalam menghadapi persoalan rumah tangga.
Sanggul bokor mengkurep
Biasanya pengantin pernikahan adat jawa akan dipasangi sanggul bokor mengkurep yang kemudian dihiasi irisan daun pandan dan bunga melati. Tatanan rambut ini pun memancarkan keharuman sebagai pengharapan agar pengantin menjadi pribadi yang berguna dan membawa harum nama negerinya. Pada riasan paes ageng, tiga korsase berwana merah, kuning, dan biru (atau hijau), yang disebut jebehan, disematkan sebagai lambang Trimurti. Sedangkan untuk paes putri Yogyakarta, sanggul ditambahkan hiasan bunga di kanan dan kiri.
Sanggul bangun tulak
Sanggul untuk paes putri Solo dan paes basahan melambangkan penolak bala sehingga nantinya rumah tangga diharapkan jauh dari bahaya dan kesialan. Terkadang hiasan burung merak juga disematkan, serta ditambahkan sasakan sunggar di dekat telinga agar pengantin selalu menjadi pendengar yang baik.
Untaian gajah ngoling
Selain menggunakan sanggul bokor mengkurep, beberapa bagian rambut paes ageng dibiarkan menjuntai ke arah kanan sepanjang 40 cm dan dihiasi melati. Pada beberapa pengantin Jawa, untaian ini ditambahkan pandan dan hanya dibungkus melati, tanpa rambut. Untaian yang disebuh gajah ngoling ini memiliki arti kesucian dalam menjalani kehidupan rumah tangga yang sakral.
Untaian tibo dodo
Pada paes Solo, pengantin diberikan hiasan rambut yang dikenal dengan sebutan tibo dodo. Mirip seperti gajah ngoling, untaian ini terbuat dari ronce melati yang menjuntai dari kepala hingga pinggang pada paes putri Solo (gambar atas) dan sampai paha pada paes basahan. Pada ujung untaian, terpasang bunga cempaka yang masih kuncup.